Pernah di suatu waktu di setiap pagi, ibu-ibu,nenek-nenek, bapak-bapak, tante-tante bergegas keluar rumah hampir di waktu yang sama tiap paginya.Mereka bergegas bukan untuk ke kantor, ke bank, atau ke kampus. Mereka cepat-cepat keluar meuju ke tempat yang sama yaitu penjual kue-kue traditional yang berada di badan jalan lorong lembo. Anak-anak berangkat sekolah tidak lupa singgah membeli kue sarapan di sepanjang jalan menuju sekolah.
Tempat transaksi kue ini sangat khas. Penjualannya hanya di pagi hari sekitar 5.30 sampai jam 9 pagi. Biasanya jika tidak bergegas maka kue-kue favorit seperti kue sikaporo,songkolo, apang,kambeng-kambeng pasti sudah habis di pukul 7. Kue-kuenya pun terbilang sangat lengkap. Hampir seluruh kue tradisional bugis-makassar ada di sana. Kecuali tentunya kue perkawinan seperti cucur.
Selain kuenya, tempatnya pun unik. Para penjual menempatkan beberapa meja yang mereka ambil dari rumah masing-masing sehingga membentuk meja panjang sekitar kurang lebih 3-5 meter. Di atas meja panjang itulah terpajang kue-kue khas sarapan pagi yang diserbu orang-orang yang berdomisili di dekitar lorong lembo seperti Kandea, Pannampu, Barukang bahkan sampai di lelong (penjual ikan dekat pelabuhan). Lucunya lagi mereka menempatkan meja jualan mereka di badan jalan, asli di tengah jalan. Yang pasti jalan tersebut di pagi hari tidak bisa dilewati oleh pengguna jalan lainnya. Yang mengherankan tidak ada yang protes kok!
Lorong Lembo memang khas dengan gambaran lorong-lorong kumuh daerah pinggiran kota. Lembo di akhir 90-an terkenal dengan daerah "texas"nya Makassar. Soalnya perkelahian antar kelompok sangat sering terjadi. Kejar-kejaran, adu jotos, adu mulut, sampai panah-panahan dan bom molotov menjadi familiar di lorong yang hanya berjarak kurang dari 2 kilometer itu.Saat ini yang mungkin tidak diketahui orang Indonesia umumnya, di lorong Lembo-lah seorang Safaruddin (pemenang III kontes KDI) dibesarkan. Saya teringat ayam kate milik nenek saya suatu hari tiba-tiba lenyap di kandangnya. Semua orang di rumah pada panik dan heran, tadi malam sebelum tidur ayam itu masih enak-enakan di kandangnya, eh di subuh hari ketika Ummi berangkat ke Mesjid, ayamnya sudah hilang. Tapi sang empunya ayam tenang-tenag saja, dia pergi ke tetangga sebelah dan mengatakan
"hei sieppe bola, te kiitai manukku? engai kuangkalinga koko'na?'' (artinya : "hai tetangga sebelah rumah, apakah engaku melihat ayamku? saya dengar suaranya?")
Jam itu juga sang tetangga menyerahkan ayam nenek dan mengatakan
"oh, daeng engkai manu'ta komae, luppi ditengga' wenni e'! (artinya : oh kaka, ada ayam mu di sini. dia terbang tadi malam ke rumahku).
Begitulah, ternyata tetangga sebelah mencuri ayam nenek tapi ternyata dia malu karena ketahuan, maka dikembalikanlah ayam kate itu. Lucunya, semua kriminalitas hanya terjadi di malam hari di pagi hari rukun kembali dipersatukan oleh kue-kue tradisional.
Lorong Lembo yang kini berubah menjadi Jalan Lembo terletak dekat dengan pasar Pannampu. Di seberang lorong jl. barukang dan di ujung lorong adalah Kandea. Di ujung lorong lembo terdapat mesjid Muhammadiyah yang dipercaya hanya orang-orang Muhammadiyah yang sholat dan mengaji di sana. Di sebelah lorong terdapat juga Mesjid Ihyaul Jamaah tempat orang-orang selain Muhammadiyah sholat dan mengaji. Tidak tau nama kelompok mereka yang pasti mereka lebih banyak dan mereka menyebut dirinya selain Muhammadiyah. Yang lucu karena banyak orang yang tinggal di dekat mesjid Muhammadiyah tapi karena mereka bukan Muhammadiyah jadi setiap kali sholat lima waktu mereka sholat di mesjid ihyaul jamaah walaupun itu berjarak jauh dari tempat tinggalnya. Begitupun sebaliknya orang Muhammadiyah yang tinggal delat mesjid satunya lagi.
Lorong Lembo memang sangat kontras, di satu pihak sangat"texas" dengan kriminalitasnya di pihak lain sangat religius. Di waktu-waktu sholat dua mesjid saling berperang suara Azan dengan loudspeaker yang sangat besar. Belum lagi 30 menit sebelum azan dikumandangkan ayat-ayat suci Alquran tanda sholat akan segera dimulai. bayangkan betapa riuhnya jika kedua mesjid itu mengumandangkan azan di waktu yang tidak bersamaan tapi dengan jeda 3 menit?
tapi saya rindu, rindu akan semua itu....
Rindu akan pagi dengan kue-kue tradisional di lorong lembo itu, rindu akan bau got-got/kanal pertanda daerah kumuh, rindu akan riuhnya suara azan, rindu akan perbedaaan waktu sholat dan lebaran denagn Muhammadiyah, rindu dengan ibuku yang bergegas membeli kue...
Saya rindu...benar-benar rindu..
Sekarang sudah tak ada lagi penjual kue itu. Semuanya sudah masuk toko atau punah terpinggirkan peradaban mall. Atau mak kebo sudah meninggal dan anaknya tidak mewarisi kedainya. Ibuku juga sudah tak ada lagi...
pasti semua sudah berbeda setelah 25 tahun berlalu....
:: kenangan mas kecil, di dekat lorong lembo::
February 16, 2007
....suatu pagi di lorong lembo di suatu waktu....
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment