Tuesday, February 06, 2007
Tanya dan Jawab
Jakob Sumardjo
Buku-buku filsafat tertua di dunia berupa tanya jawab. Tanya jawab bukan sekadar metode, tetapi esensi filsafat.
Pengetahuan manusia berkembang, wawasan manusia diperdalam, kesadaran manusia dicerahkan oleh berbagai pertanyaan. Akhirnya pertanyaan jauh lebih penting dari jawaban.
Manusia Indonesia lebih suka menerima jawaban daripada mengajukan pertanyaan. Jawaban, ajaran, nasihat itu yang dicari. Maka orang berduyun-duyun mendatangi guru atau yang dianggap guru, bukan untuk bertanya, tetapi untuk mendengarkan aneka jawaban yang tak pernah mereka tanyakan. Hampir semua jawaban ditelan begitu saja karena percaya hal itu mengandung kebenaran.
Bertanya itu berpikir
Jacques Rolland, sobat filsuf Levinas, menyatakan, latihan berpikir adalah bertanya. Bertanya menandakan seseorang sedang berpikir atau memikirkan sesuatu yang sedang menjadi persoalan dirinya. Bertanya itu berpikir. Menerima jawaban sebanyak-banyaknya itu tidak berpikir. Pikirannya hanya mencerna jawaban-jawaban dan itu hasil pertanyaan orang lain. Menimbun jawaban tidak serta-merta seseorang mampu membuat pertanyaan sebab aneka jawaban itu tak pernah ditanyakan. Benarkah Bung Karno, benarkah Tan Malaka, benarkah Pramoedya, Marx, Kant, dan Foucault?
Sikap ini telah lama dianut manusia Indonesia. Orang percaya saja kepada Ranggawarsita, Siti Jenar, Mangkunegara IV, Syekh Jusuf, Ki Hajar Dewantara. Mereka adalah guru-guru kebenaran. Mereka tidak dapat salah. Begitulah kita kini, juga bersikap sama terhadap para mahaguru dunia. Guru-guru kebenaran ini tersohor di dunia sehingga berbagai jawaban mereka atas pertanyaan mereka sendiri adalah kebenaran universal. Kita tak peduli bagaimana pertanyaannya, tetapi yang penting jawabannya.
Berbagai pertanyaan para guru ini tentu saja pertanyaan kebudayaan, pertanyaan atas tradisi berpikir mereka sendiri. Sedangkan kita di negeri khatulistiwa ini memiliki sejarah cara berpikir sendiri, tradisi sendiri, berbagai persoalan sendiri, dan aneka pertanyaan yang berbeda pula.
Jika guru-guru universal ini didatangkan ke Indonesia, boleh jadi pertanyaannya berbeda. Mereka akan bertanya, apa itu Indonesia, bagaimana terjadinya, dan mengapa Indonesia seperti Indonesia sekarang ini. Mereka bertanya makna Indonesia dan makna diri di Indonesia. Itu sebabnya setiap guru kebenaran dunia datang ke Indonesia, kita selalu bertanya apakah pertanyaan mereka tentang Indonesia dan bagaimana jawabannya. Pertanyaan pun terpaksa diimpor karena budaya kita bukan budaya bertanya, tetapi budaya jawaban.
Mengapa bangsa ini lebih suka jawaban daripada pertanyaan? Hidup di Indonesia tak perlu pertanyaan. Ibarat tongkat kayu menjadi tanaman seperti dinyanyikan Koes Plus. Dengan bekerja 08.00-14.00, sudah cukup. Untuk apa meniru bangsa lain, yang pulang pukul 18.00? Bekerja di sawah itu cukup pukul 06.00-12.00, mengapa harus sehari suntuk? Tidur siang itu penting bagi orang Indonesia. Indonesia ini zamrud khatulistiwa, gemah ripah loh jinawi, penghasil tanaman rempah-rempah yang tak harus dijadikan industri. Lempar saja batang cengkeh, akan tumbuh sendiri. Lalu, untuk apa bertanya? Untuk apa berpikir?
Pertanyaan hanya penting buat teka-teki. Dan teka-teki itu hiburan. Mengapa harus kerja keras bertanya dan berpikir? Bertanya dan berpikir itu hanya cocok dilakukan di luar jam kerja, sambil nyeruput teh atau kopi, sore hari. Pertanyaan yang diajukan sejak nenek moyang sama saja, yakni soal isi itu kosong, kosong itu isi. Jawabannya boleh baru meski lebih percaya jawaban lama.
Tradisi kurang berpikir
Tradisi kurang bertanya dan berpikir ini tampak di lembaga-lembaga pendidikan kita. Guru sebagai pemegang otoritas kebenaran tidak pernah dibantah muridnya. Jika dibuka pertanyaan, hanya satu-dua yang bertanya. Dan jawaban guru atas pertanyaannya sendiri (atau pertanyaan yang dihafal dari buku-buku) sudah cukup bagi murid-murid.
Dalam bimbingan karya tulis, para mahasiswa paling sulit menyusun pertanyaan, padahal setiap karya tulis sebenarnya dimulai dari pertanyaan. Mereka hanya butuh jawaban-jawaban. Yang mereka ketahui adalah jawaban final. Lalu apa yang harus ditanyakan? Bukankah pertanyaan itu untuk orang bodoh, orang yang belum tahu? Jika sudah tahu, mengapa harus bertanya? Anak usia lima tahun biasanya cerewet dengan aneka pertanyaan. Apakah kawin itu Mama? Mengapa adik keluar dari perut? Mengapa burung bisa terbang? Mengapa Papa suka marah? Mengapa kita tak punya mobil, padahal Tomi punya mobil lima? Ah, dasar lu cerewet. Diam!
Itulah bencana nasional pertama. Tidak boleh bertanya. Berbagai pertanyaan harus disusun dalam proposal lebih dulu. Pertanyaan semacam itu sama sekali tidak pantas dan hanya boleh diajukan di dewan. Pertanyaan semacam itu bukan pada saya, tetapi pada pihak sana dan pihak sini. Begitu saja ditanyakan, saudara sudah tahu jawabannya! Anak yang banyak bertanya, itu tidak normal. Anak normal adalah penurut, menerima semua jawaban tanpa tanda tanya.
Bertanya bukan budaya manusia Indonesia. Menimbun jawaban sebanyak mungkin itulah budaya Indonesia. Yang boleh bertanya hanya guru besar, para pemimpin bangsa, pemegang otoritas. Bertanya itu tidak normal. Hanya mereka yang berkuasa boleh bertanya, bukan karena tidak normal, tetapi dengan bertanya, mereka menghindari pertanyaan. Atau aneka pertanyaan mereka telah ada jawabannya.
Di Indonesia, buku paling laris menjelang ujian adalah kumpulan soal dan jawaban. Di Indonesia kebenaran dan jalan kebenaran hanya satu, tidak dipersoalkan lagi. Atau semua pertanyaan ada jawabannya. Itu sebabnya pertanyaan tidak tumbuh subur di Indonesia sehingga beranak, bercucu, dan bercicit.
Jakob Sumardjo Esais
Posted at 06:49 am by is_dich
Tanya dan Jawab
Jakob Sumardjo
Buku-buku filsafat tertua di dunia berupa tanya jawab. Tanya jawab bukan sekadar metode, tetapi esensi filsafat.
Pengetahuan manusia berkembang, wawasan manusia diperdalam, kesadaran manusia dicerahkan oleh berbagai pertanyaan. Akhirnya pertanyaan jauh lebih penting dari jawaban.
Manusia Indonesia lebih suka menerima jawaban daripada mengajukan pertanyaan. Jawaban, ajaran, nasihat itu yang dicari. Maka orang berduyun-duyun mendatangi guru atau yang dianggap guru, bukan untuk bertanya, tetapi untuk mendengarkan aneka jawaban yang tak pernah mereka tanyakan. Hampir semua jawaban ditelan begitu saja karena percaya hal itu mengandung kebenaran.
Bertanya itu berpikir
Jacques Rolland, sobat filsuf Levinas, menyatakan, latihan berpikir adalah bertanya. Bertanya menandakan seseorang sedang berpikir atau memikirkan sesuatu yang sedang menjadi persoalan dirinya. Bertanya itu berpikir. Menerima jawaban sebanyak-banyaknya itu tidak berpikir. Pikirannya hanya mencerna jawaban-jawaban dan itu hasil pertanyaan orang lain. Menimbun jawaban tidak serta-merta seseorang mampu membuat pertanyaan sebab aneka jawaban itu tak pernah ditanyakan. Benarkah Bung Karno, benarkah Tan Malaka, benarkah Pramoedya, Marx, Kant, dan Foucault?
Sikap ini telah lama dianut manusia Indonesia. Orang percaya saja kepada Ranggawarsita, Siti Jenar, Mangkunegara IV, Syekh Jusuf, Ki Hajar Dewantara. Mereka adalah guru-guru kebenaran. Mereka tidak dapat salah. Begitulah kita kini, juga bersikap sama terhadap para mahaguru dunia. Guru-guru kebenaran ini tersohor di dunia sehingga berbagai jawaban mereka atas pertanyaan mereka sendiri adalah kebenaran universal. Kita tak peduli bagaimana pertanyaannya, tetapi yang penting jawabannya.
Berbagai pertanyaan para guru ini tentu saja pertanyaan kebudayaan, pertanyaan atas tradisi berpikir mereka sendiri. Sedangkan kita di negeri khatulistiwa ini memiliki sejarah cara berpikir sendiri, tradisi sendiri, berbagai persoalan sendiri, dan aneka pertanyaan yang berbeda pula.
Jika guru-guru universal ini didatangkan ke Indonesia, boleh jadi pertanyaannya berbeda. Mereka akan bertanya, apa itu Indonesia, bagaimana terjadinya, dan mengapa Indonesia seperti Indonesia sekarang ini. Mereka bertanya makna Indonesia dan makna diri di Indonesia. Itu sebabnya setiap guru kebenaran dunia datang ke Indonesia, kita selalu bertanya apakah pertanyaan mereka tentang Indonesia dan bagaimana jawabannya. Pertanyaan pun terpaksa diimpor karena budaya kita bukan budaya bertanya, tetapi budaya jawaban.
Mengapa bangsa ini lebih suka jawaban daripada pertanyaan? Hidup di Indonesia tak perlu pertanyaan. Ibarat tongkat kayu menjadi tanaman seperti dinyanyikan Koes Plus. Dengan bekerja 08.00-14.00, sudah cukup. Untuk apa meniru bangsa lain, yang pulang pukul 18.00? Bekerja di sawah itu cukup pukul 06.00-12.00, mengapa harus sehari suntuk? Tidur siang itu penting bagi orang Indonesia. Indonesia ini zamrud khatulistiwa, gemah ripah loh jinawi, penghasil tanaman rempah-rempah yang tak harus dijadikan industri. Lempar saja batang cengkeh, akan tumbuh sendiri. Lalu, untuk apa bertanya? Untuk apa berpikir?
Pertanyaan hanya penting buat teka-teki. Dan teka-teki itu hiburan. Mengapa harus kerja keras bertanya dan berpikir? Bertanya dan berpikir itu hanya cocok dilakukan di luar jam kerja, sambil nyeruput teh atau kopi, sore hari. Pertanyaan yang diajukan sejak nenek moyang sama saja, yakni soal isi itu kosong, kosong itu isi. Jawabannya boleh baru meski lebih percaya jawaban lama.
Tradisi kurang berpikir
Tradisi kurang bertanya dan berpikir ini tampak di lembaga-lembaga pendidikan kita. Guru sebagai pemegang otoritas kebenaran tidak pernah dibantah muridnya. Jika dibuka pertanyaan, hanya satu-dua yang bertanya. Dan jawaban guru atas pertanyaannya sendiri (atau pertanyaan yang dihafal dari buku-buku) sudah cukup bagi murid-murid.
Dalam bimbingan karya tulis, para mahasiswa paling sulit menyusun pertanyaan, padahal setiap karya tulis sebenarnya dimulai dari pertanyaan. Mereka hanya butuh jawaban-jawaban. Yang mereka ketahui adalah jawaban final. Lalu apa yang harus ditanyakan? Bukankah pertanyaan itu untuk orang bodoh, orang yang belum tahu? Jika sudah tahu, mengapa harus bertanya? Anak usia lima tahun biasanya cerewet dengan aneka pertanyaan. Apakah kawin itu Mama? Mengapa adik keluar dari perut? Mengapa burung bisa terbang? Mengapa Papa suka marah? Mengapa kita tak punya mobil, padahal Tomi punya mobil lima? Ah, dasar lu cerewet. Diam!
Itulah bencana nasional pertama. Tidak boleh bertanya. Berbagai pertanyaan harus disusun dalam proposal lebih dulu. Pertanyaan semacam itu sama sekali tidak pantas dan hanya boleh diajukan di dewan. Pertanyaan semacam itu bukan pada saya, tetapi pada pihak sana dan pihak sini. Begitu saja ditanyakan, saudara sudah tahu jawabannya! Anak yang banyak bertanya, itu tidak normal. Anak normal adalah penurut, menerima semua jawaban tanpa tanda tanya.
Bertanya bukan budaya manusia Indonesia. Menimbun jawaban sebanyak mungkin itulah budaya Indonesia. Yang boleh bertanya hanya guru besar, para pemimpin bangsa, pemegang otoritas. Bertanya itu tidak normal. Hanya mereka yang berkuasa boleh bertanya, bukan karena tidak normal, tetapi dengan bertanya, mereka menghindari pertanyaan. Atau aneka pertanyaan mereka telah ada jawabannya.
Di Indonesia, buku paling laris menjelang ujian adalah kumpulan soal dan jawaban. Di Indonesia kebenaran dan jalan kebenaran hanya satu, tidak dipersoalkan lagi. Atau semua pertanyaan ada jawabannya. Itu sebabnya pertanyaan tidak tumbuh subur di Indonesia sehingga beranak, bercucu, dan bercicit.
Jakob Sumardjo Esais
Posted at 06:49 am by is_dich
Saturday, December 23, 2006
[Happy belated Mother's Day]
Kompas kemarin memuat artikel ttg kesalah-kaprahan pemahaman ttg hari Ibu. Tgl 22 Deember yang diperingati sebagai hari Ibu di seluruh Indonesia dianggap rancu oleh penulis itu. Menurutnya peringatan hari Ibu semakin memperkedil perjuangan wanita Indonesia, karena sebenarnya tgl 22 itu ditetapkan oleh Soekarno untuk meningat tonggak perjuangan perempuan Indonesia yang mengadakan kongres wanita pertama pada hari itu 31 tahun yang lalu.
Dengan peringatan hari ibu itu, menurutnya berarti peran perempuan direduksi mengingat tidak semua peempuan adalah Ibu. Tambahannya lagi karena Indonesia sedikit rancu menggabungkan makna mother's day yang dianut oleh 54 negara Barat termasuk Amerika dan merayakannya seperti memperingati Mother's day di Amerika. Mother's day menurutnya hanya menguntungkan pihak produsen card greetings, toko2 gift, dsb.
Tapi menurutku,...
Bangun di pagi hari, dengan baby mungil disampingku minta di susui secepatnya, dan suami menyiapkan sarapan pagi plus membebaskannku dari domestic chores hari itu. Apapun namanya, pokoknya that was the day finally I know what is the meant of the day.
Happy 1st Mother's Day, Isdah.....and for all Mom in Indonesia...HAPPY MOM's DAY...
Posted at 07:10 am by is_dich
Dengan peringatan hari ibu itu, menurutnya berarti peran perempuan direduksi mengingat tidak semua peempuan adalah Ibu. Tambahannya lagi karena Indonesia sedikit rancu menggabungkan makna mother's day yang dianut oleh 54 negara Barat termasuk Amerika dan merayakannya seperti memperingati Mother's day di Amerika. Mother's day menurutnya hanya menguntungkan pihak produsen card greetings, toko2 gift, dsb.
Tapi menurutku,...
Bangun di pagi hari, dengan baby mungil disampingku minta di susui secepatnya, dan suami menyiapkan sarapan pagi plus membebaskannku dari domestic chores hari itu. Apapun namanya, pokoknya that was the day finally I know what is the meant of the day.
Happy 1st Mother's Day, Isdah.....and for all Mom in Indonesia...HAPPY MOM's DAY...
Posted at 07:10 am by is_dich
[late shower..]
A low pressure will continue moving eastwards reaching northeastern areas today. An intense cold front will move from south of the Bight to approach Tasmania late Saturday then cross Victoria during Sunday. A low pressure system will develop near Bass Strait on Monday before drifting southeastwards on Tuesday. Further rain areas and isolated thunderstorms are possible in the east at first today but will contract eastwards during the day. Isolated showers to follow in the south should clear during the day. The day will be cool to mild with moderate southwest to southerly winds. Fine at first on Sunday with light to moderate west to southwesterly wind. Cool and gusty southerly winds will extend through most of Victoria during the day as a cold front moves through the state and scattered showers will develop, mainly over southern and mountain areas. The showers should tend to rain in the southwest. Widespread showers are expected in southern and mountain areas on Monday, tending to rain at times. Scattered shower...
kemarin dan dua hari yang lalu, panas menyeruak seperti tersembur panas dari dalam oven. Tidak seperti Makassar yang walaupun tiap hari bersuhu 35-38 tetap ada kesejukan di setiap jengkal tanahnya. Suer...kipasan aja sudah sejuk.
Hari ini Melbourne kembali "kullu-kellu" belom besok dan lusa suhu akan mencapai 16 derajat...mak! ini Summer ato Winter ya...
Cuaca melbourne memang "kullu-kullu"
Posted at 06:58 am by is_dich
Friday, December 22, 2006
Teman Baru Ziva
Ziva kecilku punya kebiasaan baru.Ngoceh, setiap kali matanya terbuka. Entah siang, entah di tengah malam buta.Lucu juga rasanya saat menyadari kalau di tengah-tengah tidur lelap, kami terbangun hanya untuk menertawainya.
Hari ini beda lagi.Dia sudah mulai punya teman baru.Dia tergelak-gelak jika dia melihat teman barunya itu.Bahkan saat dia menangis pun.
Dalam hati kuberujar, semoga kelak engkau bisa memahami semua orang, nak!Seperti kau memahami teman kecil barumu.Si lion berbadan U seperti ular dan berwarna kuning terang dengan rambut merah membara.
Posted at 03:10 pm by is_dich
Thursday, December 14, 2006
Response dari K nana (Belajar Membaca ala Rifqy Eshanasir)
Thanks Isda, I really like the way you wrote it down.Correction : "pupil of the week" not "Puppy of theweek"Alhamdulillah saya kira anugrah terbesar berada diluar negeri (negara maju) adalah belajar bagaimana mengasuh anak yang baik, yang membuat mereka mandiri,compassionate dan well-behaved (of course not perfect,sering kali dia too honest:-)). Dulu waktu masih dichildcare, tiap tahun ada undangan untuk "PositiveParenting", free. Ini sangat berguna terutama how todeal with difficult children.Rifqy isn't perfect, tapi dia tumbuh dengan kebebasanimaji yang tidak terkungkung seperti generasi saya.Dulu kalo diminta menggambar di SD saya kira hampirsemua kita akan menggambar gunung, sawah, matahari danburung..typical generasi terkungkung:-((Tetapi yang saya kagumi dari Rifqy dan teman2nyamereka begitu spontan dan percaya diri menggambarkanapa yang ada dalam imajinasinya. Saya kira salah satupesan yang penting disini adalah sedari awal anakbelajar menggambar kami tidak pernah mencobamembenarkan, mau miring kek, mencong kiri kanandsb.Biarkan mereka berimajinasi sendiri dan tidakterjebak dlm imajinasi ortu.Dulu waktu kami berdomisili di MKS, dgn bangga sayatempel semua hasil gambarnya di dinding. Sayangnya orglain (keluarga besar) sering kali spt mengejek katanya"gambar apa itu" jeleknya. padahal, coba mereka mintagambar yang sama:-)). Bagusnya lagi karena setelahbeberapa bulan pun Rifqy masih ingat apa yang diamaksud dgn gambarnya. saya pun tak pernah membericontoh cara menggambar sesuatu karena takut membatasiimajinasi dan kreativitas dia. jadi apapun yang diagambar sekarang itu adalah hasil usaha dia sendiri.Lesson learn: appreciate your child's creativity andnever drag them to do something that suit yourimagination. Child imagination is so incredible...fullof surprises.Nana
Posted at 08:08 am by is_dich
Wednesday, December 13, 2006
Suatu siang di DIMIA Australia
Pagi ini kami harus megurus visa Ziva, setelah kemarin dia baru mendapatkan first official ID nya. Paspor yang berisikan foto cute nya harus dilabeli dengan visa Austalia supaya nanti kalo kelak dia ke Indonesia akan mudah balik ke sini lagi.
Maka tibalah kami di kantor yang bertingkat puluhan itu. DIMIA menempati first floor dipersimpangan Spring St dan Collins St. Gampang menuju ke sana, naik saja train dari manapun yang menuju parliament station, orang pun tidak perlu sulit mencari tau karena info ttg DIMIA ada di mana-mana terutama yg banyak orang asingnya. Info validnya ada di webnya http://www.immi.gov.au/.
Antrian sepanjang 10 meter menyambut kami saat kami tiba di sana. Sedikit cemas karena harus nunggu, tapi ternyata antriannya aktif alias berjalan lancar. Tidak sampai 5 menit kami sudah berada di meja recepsionis yang menanyakan tujuan kedatangan. Setelah recepsionis itu tau kedatangan kami untuk apply visa untuk si kecil, dia lalu memberi kami no. antrian B127. B mungkin klasifikasi untuk visa students sedangkan 127 jumlah orang yang telah dating hari itu. Selain B, ada juga kode O, A, M dan C yang sy tidak tau apa artinya.
Tidak berselang lama, operator melalui speaker memanggil no.kami. No.B 127 please proceed in counter no. 8. Ternyata di kantor ini ada 26 meja yang bisa melayani seluruh pendatang kantor itu. Tak heran, makanya antrian tadi lancar kaya air ya…
Setiba di counter 8, kami disambut oleh senyuman hangat lelaki separuh baya yang menanyakan kembali tujuan kadatangan kami. Setelah jelas, dia membuka file dan mencocokkan data online dengan paspor dan visa yang saya bawa. Tapi kemudian, terlihat dia agak kebingungan, mungkin dia baru dapat kasus seperti Ziva berkewarganegaraan Indo tapi kelahiran Melbourne. Setelah meminta maaf karena menyebabkan kami harus menunggu ditambah karena katanya membuat baby tidak comfort, dia minta izin untuk mengecek proses ke temannya yang lain.
Di saat pegawai itu meninggalkan mejanya saya melihat-lihat peralatan yang digunakan di mejanya. Ya kelengkapan kantor biasa, computer, copier, dan printer yang sedikit berbeda karena di printer itu telah siap label visa untuk di print. Melihat itu, pikiranku pun terbang ke kantor immigrasi negaraku tercinta Indonesia, di Makassar.
Teringat pengalamanku mengurus paspor tahun lalu. Bangunan tua itu terletak di persimpangan jalan Nusantara dan tentara pelajar. Katanya sih sudah pindah ke km 13. dengan bangunan yang lebih baru.Orang baru yang datang pasti pertama kali akan kebingungan, karena tidak tau harus melakukan apa.Lalu, saya pun memberanikan diri bertanya ke salah seorang pegawai (dengan indikasi baju pegawainya) ttg apa yang harus saya lakukan untuk pengurusan paspor.
Liat disana de’ prosedurnya, tertempel di dinding. Lalu dengan cueknya dia kembali berbicara dengan temannya. Dicuekin begitu, saya lantas meninggalkannya kemudian melihat prosedur pembuatan paspor yang tertempel di dindng.
Ya, diitu terlihat lingkaran proses pembuatan paspor. Langkah pertama lengkapi seluruh berkas yang dibutuhkan (formulir, ktp, akte lahir,foto 4X6, kartu keluarga).
Yup, saya bawa semua berkasnya.Kecuali form itu. Kembali lagi saya kebingungan, akhirnya dengan berbekal muka tembok berharap tidak dicuekin lagi saya kembali ke pegawai tadi.
Pak, ambil formulirnya di mana? Bapak itu dengan muka sepertinya terganggu karena pembicaraannya diputus menyahut. Beli di sebebelah de’ di fotocopy.
Ha? Saya lebih bingung lagi, kok bisa urusan kantor diberikan ke tempat fotocopian?
Tapi, udahlah..saya lagi keburu.
Lalu saya ke tempat fotokopian. Ternyata ada dua harga 17 ribu lima ratus pake plastik paspor (katanya) 15 ribu tanpa plastic plus 2.500 untuk fotokopi semua berkas termasuk fotokopi KTP yg diperbesar sehalaman folio. Busyet, tau begini saya foto kopi di luar saja, paling-paling habis 750. Tapi berhubung keburu dan itu satu-satunya tempat fotocopi ya sudahlah, kembali saya menyerah dengan monopoli dagang ala pemotocopi itu.
Saya pun mengisi formulir itu, untunglah karena semua berkas sudah lengkap saya tinggal menyerahkannya ke loket. Ya, ke bapak itu lagi. Soalnya tak satupun pegawai yang terlihat berjaga di loket.
Ini sudah muka tembok kedua kalinya,
Pak, ini map dan berkasnya. Selanjutnya bagaimana? Dia terlihat agak bingung plus jengkel, kalo bisa kubaca raut mukanya dia hendak berkata kok cepat?
Oh, iya bayar 375 de’, tiga hari baru baru dating lagi foto!
Haaa?tiga hari dengan 375? Saya sudah mulai puyeng, sy cuma punya 3 hari di Makassar untuk urusan paspor dan kemudian kembali ke Bali.
Tiga hari pak? Tidak bisa lebih cepat? Saya butuh dalam tiga hari ini pak karena saya harus ke Bali. Dengan muka pucat plus muka memelas.
Ehmm, butuh cepatka de? Bapak itu menyahut dengan postur tubuh yang kelihatannya tertarik.
Iya pak!
Mau ke manaka?
Saya mau ke Australia sekolah pak!
Ehmm begini bisa sebenarnya lebih cepat, tapi ade’ taumi toh..kita tunggu tandantangannya bapak! Sekoyong-koyong raut muka bapak itu terlihat melemas dan merasa dibutuhkan plus penting dia menyahut.
Tapi bisaji de’ saya percepat. Besok ade’ dating foto dan lusanya paspornya bisa diambil. Bilang saja nama saya ………
Sesaat kegeraman saya menyeruak….bangsat, kurangajar, tidak tau diri, saya tau maksud kata-kata itu…tapi saya pura-pura tidak mengerti.
Bagaimana caranya pak?
Tambah maki lagi, 475mo untuk adek! (dengan muka ramahnya)
Betul-betul bangsat, tanpa malu-malu dia meminta uang kepada anak sekolah untuk kerjaan yang seharusnya menjadi kerjaaannya itupun ditambah dengan muka sok pentingnya, yang lebih menjengkelkan dia mencoba mengesankan saya dengan bilang 475 mo untuk ade’ terkesan sy diberi murah dari yang lain. Betul-betul kurang ajar dan tidak tahu malu.Saya betul-betul geram.Dengan memperlihatkan muka ketidak tau an saya berkata:
Loh, pak bukannya tadi bapak bilang 375? Kok sekarang naik?
Iya de’ ini express…buat ade.
Pada detik itu juga saya tlp IALF Bali dan saya bilang saya tdk bisa datang dua hari depan kemungkinan besar 1 minngu lagi setelah urusan paspor saya selesai.
Setelah menelpon di depan bapak itu, saya berujar , OK PAK, Saya foto lusa, dan saya akan ambil paspornya tiga hari setelah itu. Mana bendaharanya? Saya mau bayar 375!
Kicauan Ziva, menyadarkanku. Ternyata pegawai immigrasi itu sudah kembali ke mejanya. Dia tersenyum kemudian meminta maaf lagi karena harus mengunggu agak lama katanya. Dengan ramah dia menjelaskan bahwa ada form yang harus saya isi, dengan memastikan bahwa itu tidak akan menggunakan waktu lama, makanya saya disuruhnya mengisi di meja itu juga, plus saya diingatkan untuk tidak cemas karena “it takes no cost, at all! Katanya.
Tatapanku jatuh ke selembar pemberitahuan di atas mejanya.
“Our service for everyone based on Australia Immigration Charterâ€
“Please do not give a gift or money to our staffâ€
“NO CASH in this tableâ€
Setelah semuanya selesai, dia tersenyum, ok everything is done. This is your passport, this is your husband passport and this is the little baby’s passport. Is there anything I can do for you, mam?
Dengan tersenyum kami meninggalkan kantor immigrasi itu, tertinggal dalam benakku.
It just take almost an hour for proceeding our passports. Why Indonesia’s immigration can’t do that?
2.54 pm right after back from DIMIA office.
Posted at 11:32 am by is_dich
Thursday, December 07, 2006
She’s gorgeous, She has a dark skin!
Please Don't squeeze the cheeks
She's gorgeous!
My little princess
Waktu sudah menunjukkan pukul 17.30 saat kutinggalkan rumah dengan putri kecilku. Di musim panas seperti ini matahari masih bersinar terang dan akan tenggelam tepat pukul 21.00. Begitu perakiraan cuaca yang kudengar pagi ini. Hari agak hangat, sekitar 25C, tidak seperti kemarin yang berhawa 33C, rasanya seperti tersembur panas oven terbuka.Tapi musim panas di Melbourne agak sedikit edan. Hari ini bisa saja 33 C tapi besok bisa drop sampai 19C. kullu-kullu bede, teman sesame Makkassar menyebutnya.
Karena hangatnya hari ini, maka Ziva mungilku kupakaikan singlet u can see plus short pants. Sedikit berlari-lari kami mengejar tram, gerbong berjalan di tengah jalan Melbourne. Jam ini ternyata tram lagi sepi, kulihat banyak kursi yang kosong. Tapi kemudian saya memilih satu kursi kosong di dekat seorang ibu setengah baya yang kutebak berkebangsaan Itali. Di hadapan kami duduk dua orang ibu, satunya pas dihadapanku, sepertinya Australian dan yang satu lagi saya tidak tahu.
Setelah memvalidasi metcard ten times two hourku, saya duduk. Ziva ternyata dalam mood yang enak, pastilah! Sudah kenyang plus tidur yang cukup, dia tersenyum-senyum disepanjang jalan yang membuat ketiga wanita itu turut tersenyum.
“She gorgeous, look at her skin? She has brown skin. How beautiful she is!
Yang satunya lagi menambahkan,
“You are really lucky, I have two daughters who mad to have bronze skin like you are!
Saya semakin bingung ketika yang lainnya menyahut,
“ how come this little girl has a nice skin like this?What nationality are you?
Dengan termangu-mangu sekaligus takjub kulihat putri kecilku yang lagi tertawa-tawa, emang nak! Kulitmu memang hitam.
Saya betul-betul kebingungan, ternyata kulit punya Ziva sangat didambakan oleh mereka, orang berkulit pucat, di sini. Kulit yang biasa disebut lotong atau bolong, ternyata sangat disukai. Bisa kita lihat dari banyaknya produk-produk kecantikan yang menjanjikan kulit lebih “berwarna†atau memâ€bronzeâ€kan kulit. Tak heran jika kemudian, gadis-gadis bule itu mau mati supaya kulitnya berwarna coklat atau trennya berwarna tan.
Ironis ya, di saat orang-orang kita di Indonesia berlomba-lomba memutihkan kulit dan para produsen produk kecantikan berlomba menawarkan produk yang “whiteningâ€, ternyata orang-orang sini malah sebaliknya, mereka berbuat semua cara untuk sekedar mencoklatkan kulit mereka. Sunburn, bronzing spray, sampe operasi kulit hanya untuk sedikit menghitamkan kulit mereka yang pucat pasi itu.
Standar kecantikan kita memang beda. Itulah yang menyebabkan perbedaan perilaku terhadap warna kulit ini. Eastern people yang rata-rata mendiami daerah tropik beranggapan bahwa putih itulah yang cantik. Karena putih lebih prestisius dibanding kulit berwarna. Hanya orang-orang kayalah yang bisa berkulit putih karena mereka tidak perlu bekerja di bawah matahari terik yang menyebabkan kulit mereka berwarna coklat terbakar dan tentunya karena kita berkiblat pada “apapun yang penting mirip buleâ€makanya berkulit putih itu dianggap cantik. Sebaliknya Western people menganggap kulit berwarna itulah yang lebih prestisius karena hanya orang-orang kayalah yang mampu berlibur ke negara tropik tempat sunbathing sehingga menyebabkan kulit mereka coklat terbakar. Pada akhirnya kedua kultur berbeda ini mempunyai perbedaan pandang terhadap warna kulit.
Tapi ada yang diuntungkan dari perbedaan standar kecantikan ini. Mereka adalah perusahaan-perusaahan produsen produk kecantikan dunia. Sekedar informasi saja, Maybelinne menjual compact powder yang sama di Australia dan Indonesia bedanya yang dijual di Australia dibumbui dengan iklan “bronzing†makanya pilihan warnanya adalah tan, beige, dan brown. Sedangkan yang dijual di Indonesia dijual dengan iklan “whitening†dengan pilihan warna white, transparent, dan translucent. Begitupun yang dilakukan oleh Revlon, produk kosmetik terkenal dunia, yang memperoleh keuntungan penuh oleh perbedaan standar kecantikan itu.
Dalam hati kuberkata, seandainya gadis-gadis itu tau kosmetik pun berstandar ganda, tentu mereka akan lebih menghargai kecoklatan kulitnya dan tentunya akan lebih bangga memperlihatkan betapa cemerlang kulitnya dibandingkan mereka yang berkulit pucat pasi, sehingga standar kecantikan kita tidak perlu berkiblat pada Amerika ataupun negara-negara Barat.
Saya baru mengerti mengapa nurse Ziva di clinic kemarin, dengan mata iri sekaligus senang melihat Ziva, berkata oh you’re lucky, you got your dark skin from your father.
Ziva, ziva, untung saya menikah dengan ayahmu yang memberikanmu kulit secantik itu.
2.12 am in the middle of my two beloved’s snoring.
Posted at 10:18 pm by is_dich
Friday, November 24, 2006
Belajar Membaca
Ada satu kebiasaan baru yang kusuka setiap menjelang malam. Saat itu para menghuni rumah 8/68 de carle street satu persatu tiba di rumah. Nana saleh sang Ibu, calon ahli biomoluker yang pertama kali muncul. Kadang-kadang dengan muka cerah, karena experimennya berhasil kadang juga kesel biasanya karena tikus percobaannya salah katanya, tapi yang menyenangkan dia akan bersuara nyaring menceritakan apa saja termasuk cuaca Melbourne yang sungguh tak menentu.
Kring..kring (bunyi bel pintu) , kalo bukan papa Ziva pasti Rifqy Eshanasir anak dari Bunda Nana yang datang. Ternyata Ayah Ziva yang datang duluan. Ayah Ziva yang semasa lajangnya bernama Ihsan Nasir adalah produk ayah masa kini. Dahulu kala adalah hal yang luar biasa menemukan sosok ayah yang juga suami yang mau mengganti popok bayi, membantu di dapur yang juga tak melepaskan tanggungjawab ayah sebagai pencari nafkah. Pasti! Sesampainya di rumah dia akan mencari putri kecilnya yang berumur 3 bulan untuk diciumi. Aduh Ziva,…Ayah kangen sekali sama Ziva hari ini! Begitu katanya tiap hari.Ehm…dia sudah punya perempuan lain ternyata di hatinya. Bunda Ziva pasti menunggu gilirannya setelah Ayahnya puas bermain dengan perempuan lain itu, Ziva Anjum Rafiyya ihsan.
Sudah Jam 6, Rifqi belum tiba juga. Tapi…Assalamu Alaikum….Terdengar sahutan salam yang kedengaran aneh karena keluar dari mulut seorang anak lelaki yang terbiasa berceloteh dalam bahasa Inggris. Ternyata hari ini dia ada program mengaji.
Hi mom, hi tante Isdah, Hi om Iccang….
Dan pasti kami akan menjawabnya, Hi, Rifqy…how’s school nak?
Good,
How’s your day nak?
Good
Itulah perbincangan pembuka setelah dia pulang dan flat berkamar dua itu akan berubah menjadi ramai dengan celotehnya. Saya pun menulis tulisan ini berangkat dari perilakunya.
Kita kembali ke kebiasaan baru yang kusuka. Riqfy Eshanasir baru berulang tahun ke 7 dua minggu lalu. Untuk ukuran anak seumur dia, dia cenderung lugu, lucu, dan sangat menyenangkan. Dia juga sangat sopan untuk ukuran anak Indo yang besar di Australia . Sangat sulit untuk menemukan kata merepotkan dalam mengurusnya. Dia Cuma takut masuk ke toilet untuk sikat gigi di malam harinya.Orang di rumah ini akan tau dia berada di toilet jika tiba-tiba dia berteriak I love you, mom! berulang-ulang. Pikirku pasti untuk menarik perhatian mamanya hingga mamanya kan menemaninya ke toilet.
Dia punya kebiasaan baru, kebiasaan yang sangat kusukai. MEMBACA! Ingat ketika kita baru pertama kali mulai bisa membaca? Kita akan membaca semua tulisan yang kita temui. Tidak di jalan tidak juga di rumah. Begitulah yang terjadi dengannya. Kemarin kami habis berjalan-jalan ke Dockland untuk konser Make Poverty History,sepulangya, disepanjang jalan menuju rumah dia membaca tulisan di papan-papan pertokoan. Kami tertawa ketika dia mengeja Peugeot dengan ejaan English.Saya juga teringat ketika tak sengaja bundanya mebelikan buku Garfield kesenangannya. Hampir di sepanjang hari dan disemua tempat dia membaca buku itu, bahkan dia duduk di lantai toko untuk membacanya ketika kami sedang berbelanja!! !
Kesukaannya itu membuatku penasaran, dia betul-betul enjoy membaca. Dia keliahatan senang sekali SEKOLAH, dia senang sekali jika dia membawa new books for home readingnya. Padahal membaca itu sulit apalagi membaca teks English yang sangat tidak konsisten pengucapannya. Yang sangat jelas dia kelihatan sibuk sekali dengan dunia anak-anaknya.
Saya teringat anak-anak sekolah di Indonesia , betapa sulit membuat mereka belajar membaca. Dimulai dengan huruf, ejaan, kata dan pengucapan. Sulit! ditambah lagi dengan beban yang mereka harus tanggung di usia dini. Saat ini anak-anak usia TK harus lulus tes membaca dan menulis untuk masuk SD. Bagaimana mereka bisa enjoy jika membaca pun mereka harus dipaksa dikelilingi oleh ketakutan orangtuanya yg beranggapan anaknya tolol jika tdk bisa membaca dan tidak lulus masuk SD! Bayangkan anak TK sudah diperkenalkan dengan kehidupan strees di usia dini.Belum lagi kurangnya buku-buku anak yang menyenangkan. Anak-anak indo dipenuhi dengan sinetron, buku sinchan, PR, dan kehidupan sekolah yang menegangkan.
Saya bandingkan dengan Rifqi, di usianya itu, dia terlihat senang dan bahagia sekali. Punya banyak waktu bermain, punya banyak buku untuk di baca, punya banyak kartun untuk di tonton (untung di sini tidak ada sinetron) . Dia betul-betul berumur seseperti usianya. Saat ini dia lagi penasaran tantang perbedaan laki-laki perempuan. Yang lalu ayahnya berpesan kami harus mengantisipasi pertanyaan ttg benda terbuat dari apa.
Akhirnya, saya menemukan jawabannya (semoga benar) . Malam itu saya mengutak-atik tasnya sepulang sekolah untuk menyiapkan lunch box yang akan dibawa besok (pelajaran 1. anak-anak dibekali makanan bergizi untuk sekolah bukan uang jajan) . Di dalam tas itu ada tas untuk home readingnya berupa buku-buku yang bisa dibawa pulang untuk dibaca, lalu dia akan membacanya di depan kami, lalu kami berkomentar ttg caranya membaca dan bacaanya (Pelajaran ke2: dorong anak untuk mebaca dengan memberikan appresiasi terhadap usahanya, jangan membohonginya hanya untuk memberikan pujian) . Excellent Rifqy Tonight you can spell ‘people’ very well!
Temuan saya yang lain adalah “Reading Report†dari sekolah. Ternyata setiap kali dia berhasil membaca buku mereka menulis ttg buku itu. Ada form yg mereka harus isi. Formnya berisi :
The Tittle of the book :……..
The Character in the book :…..
What Do you like about the book:….
Illustrate what do you like about the book:….
Sederhana sekali kan ? Dari situ mereka belajar meperhatikan secara umum dan mendetail, kemudian anak akan ditarik perhatiannya melalui hal-hal yang dia sukai, lalu terakhir anak-anak diajar untuk berimajinasi ttg apa yg sudah dibacanya dalam buku itu.Jadi ada tiga pelajaran dalam reading report itu ; Belajar membaca, belajar menyukai bacaan, dan mengajari anak untuk berimajinasi yang akhirnya melahirkan kreativitas.
Pelajaran terakhir dari perilaku Rifqy ini, mengapa dia begitu sopan?
kemarin dia mengucap " I Love cheesecake, Cheseecake is my favorite, Thank you om Iccang for buying it for me..." dan dia selalu berterima kasih akan apa pun. Saya teringat dia mengucap " Thank you sir, for not being late" setelah kapal yang akan kami tumpangi tiba tepat waktu.Saya menghubugkannya dengan ini.Di sekolah ada program "pupil of the week" (benar nga ya ejaanya). Setiap minggunya ada satu anak yang mendapat penghargaan Puppy of the week. Biasanya mereka dinugerahi itu karena mereka telah membantu gurunya ka, atau memperlihatkan usaha yang keras lah, atau berbaik hati pada temannya.Pelajaran yang bisa kita ambil, tak perlu ada pelajaran PMP, Budi pekerti untuk membuat anak-anak sopan atao berbudi pekert yang baik. Cukup memberikan appresiasi terhadap apa yang telah dia perbuat. Hal itu yang membuatnya bisa membedakan hal yang baik untuk terus dia lakukan atau hal buruk yang harus berhenti dia lakukan. Bukankah anak-anak bisa didik dengan perulangan?. jadi dengan mengulang pengapresiasian kita terhadap anak anak meningkatkan kepedualiannya terhadap hal baik itu.
Andai, kita cukup pintar untuk membuat kurikulum seperti itu di Indonesia .
Akan ada banyak Rifqy-Rifqy yang bahagia akan lahir.
penulis,
Bunda ZIVA
nb. untuk Bunda Rifqy dan Ayah Rifqy, k nana dan k sudi, maaf anaknya jadi bahan observasi penulis.
Posted at 10:21 am by is_dich
Thursday, November 16, 2006
Back Home
I heard this song in the cloudy, shower,morning.Not knowing when I'll be back...I just wanna back home...
"Home"Another summer dayHas come and gone awayIn Paris and RomeBut I wanna go homeMmmmmmmmMaybe surrounded byA million people IStill feel all aloneI just wanna go homeBabe I miss you, you knowAnd I’ve been keeping all the letters that I wrote to youEach one a line or two“I’m fine baby, how are you?â€Well I would send them but I know that it’s just not enoughMy words were cold and flatAnd you deserve more than thatAnother aeroplaneAnother sunny placeI’m lucky I knowBut I wanna go homeMmmm, I’ve got to go homeLet me go home'Cause I’m just too far from where you areI wanna come homeAnd I feel just like I’m living someone else’s lifeIt’s like I just stepped outsideWhen everything was going rightAnd I know just why you could notCome along with meThat this is not your dreamBut you always believed in meAnother winter day has comeAnd gone awayIn even Paris and RomeAnd I wanna go homeLet me go homeAnd I’m surrounded byA million people IStill feel all aloneOh, let me go homeOh, I miss you, you knowLet me go homeI’ve had my runBaby, I’m doneI gotta go homeLet me go homeIt will all be all rightI’ll be home tonightI’m coming back home
Posted at 11:27 am by is_dichComment (1) Permalink
Thursday, September 21, 2006
Generasi Nappy
Hari ini Ziva berumur 15 hari, sudah 2 minggu peri kecil mungilku berada ditengah-tengah kami.Itu berarti sudah 4-7 x 15 nappy yang dihabiskan semenjak hari besarnya.
Kami tersenyum ta'kala Ziva menderita trash di selangkangannya. Kata nurse yang datang memeriksanya, itu biasa terjadi pada bayi karena penggunaan nappy yg membuatnya pantatnya basah selalu. lalu kami diberi resep ointment anti trash. Alhamdulillah, semakin membaik akhir-akhir ini. kami membayangkan saja, apa dulu sewaktu kami kecil yg menggunakan popok dan gurita bayi, kami pernah menderita trash seperti Ziva.
Beruntunglah orang tua kami dulu, berbekal kain 2 meter yang digunting-gunting kecil kemudian dijadikan popok dan gurita mereka memakaikan kami.Walaupun setiap setengah jam harus mengganti dan mencuci popok pada akhirnya, tapi lagi-lagi orang tua kami beruntung hidup di Indonesia yang berlimpah sinar matahari. Jadi detik ini mencuci tidak setengah jam bahkan cuma diangin-anginkan popok bisa dipakai lagi.
Ziva...Ziva...sang generasi nappy. Pernah suatu waktu bunda memakaikannya popok tanpa nappy, tapi apa daya. Pakaian tebal,selimut,quilt, cot baby, semuanya basah. Akhirnya bunda bertambah kerjaan mencuci sedemikian banyak, ditambah menunggu berhari-hari sampai kering belum lagi ziva kedinginan karena pakaiannya belum terlalu kering.Dan itu tidak menyembuhkan Trashnya. Jadi, sudahlah...bunda dan daddy cuma bisa tersenyum mebandingkan masa balita kami dan balitamu annakku....
Alhamdullillah,dengan harga nappy yang tinggi kami masih mampu mencapainya.Tuhan memang maha adil, saya teringat pesan Ayah yang beliau kutip dari ayat-ayat alquran, "setiap mahluk mempunyai rezekinya masing-masing bahkan ular yang kerjanya cuma makan sekali setahun saja dijaminkan rezekinya oleh Allah.."Alhadulillah ya Allah, engkau cukupkan rezeki untuk anak kami Ziva,Entah bagaimana hidup kami nanti jika hanya bergajikan 1,3jt per bulan dan harus membeli nappy yang berharga 750 perbulannya...Tapi selalu saja Allah tidak membebani mahluknya dengan beban yang tidak bisa diatasi. Allahu Akbar...demikian kuasamu Tuhan...aku jaminkan hidupku,keluargaku,annakku padaMU. Amin
Posted at 10:42 am by is_dich
">Link
No comments:
Post a Comment