August 03, 2007

...ternyata,aku bertemu dia...

23 Agustus nanti, genap 14 tahun sejak pertama kali aku mengenalnya.
Lelaki itu hitam, kurus, tinggi, tegap dan rapi.
Biasa saja. Itulah penilaian awal pertemuan itu.

Pertama kali pulang bareng, dia tak mau duduk di belakang bersamaku dan penumpang lain di pete-pete.Dia sengaja duduk di samping sopir bermata sendu itu.

Orang lain gagal menemui kejernihan jiwanya. Tapi aku tidak!
Dialah orang yang akan mengantarku pulang, berani bertemu ummiku jika ditanya mengapa tak sekolah?. Dia pulalah yang berani memasang badan saat ku dikeroyok senior-senior bang**t itu!
Dia merelakan telinganya mendengarkan bualan kosongku.Dia pula yang mendengar keluhan-keluhan tentangpacar-pacar sia***n ku.

Pernah aku kehilangannya, suatu waktu.
Denting cinta mengalun di hatinya.Namun,
Perempuan tercintanya itu gagal menemui kemolekan hatinya.Tapi aku tidak!
Dari jauh kumelihatnya dengan mata jiwaku.
Hai perempuan yang dilanda cinta, tahukah engaku siapa lelaki yang berdiri disampingmu itu?
Dialah lelaki tak berayah yang akan menanggung keempat adik beserta ibunya, kelak.
Dan di waktu bersaamaan akan menanggung anak dan istrinya tanpa mereka kekurangan sedikit pun.
Sayang, perempuan itu tidak bisa melihat cinta sebenarnya di dalam jiwa anak muda itu.

Lelaki itu,...
Mengenalkanku dengan rasa aman.
Dia menjadikan dirinya saudara, teman, bahkan musuh sekalipun untuk melindungi orang-orang di sekelilingnya.
Darinya kulihat santun, lembut, hormat. Bukan pada perempuan terkasihnya.
Tetapi kepada semua perempuan.

Sayang, dia bukan James Bond sang flamboyan.
Cintanya hanya untuk kekasihnya tercinta bukan pada perempuan A maupun B yang bisa sekaligus dipacari.

Akupun sempat buta menilai keindahan hatinya.
Dengan sengaja aku membandingkannya dengan lelaki lain.
Tapi, tentu saja cuma aku yang bisa melihat keindahan mulia hati lelaki ini.

Di pagi hari dia harus bekerja untuk anak dan istri beserta ibu dan adik-adiknya.
Tak jarang dia harus menjumpai anaknya ketika sang buah hati telah terlelap.
Cuma aku yang mengerti keindahan senyumnya.
Dia lelaki yang mudah dibahagiakan.
Cukup berikan dia senyuman istri dan anaknya, maka lengkaplah dunia ini untuknya. Cukup Tuhan inilah duniaku, katanya!

Tapi ternyata, kemilau hatinya tak cuma diketahui olehku.
Teman-teman lelakinya mengerti arti seorang sahabat darinya,
Orang lainpun tahu dimana tempat meminta tolong jika lelaki itu ada.
Orang-orang di sekelilingnya sangat tidak segan meminta tolong padanya.
Bukan karena dia kaya, mampu atau berlebih.
Tapi dia punya hati untuk melakukannya.

Kemarin, saya kembali menemuinya.Dia masih biasa seperti dulu.
Tubuhnya tak kurus seperti dulu lagi, hitam kulitnya tetap sama,
Tapi dia tak rapi lagi.
Kini dia ayah seorang anak,
dia termenung menatapku
"...apakah saya jahat, sehingga cuma kali ini saya meminta tolong, tak seorang pun datang membantu...?".Cuma dua kali saya melihatnya sedih, ayahnya mati di usianya yang ke 17 dan saat ini.
Dan hari ini genap aku mengenal dirinya yang lain ketika Dia berujar
"Bunda, setidaknya itu membuat saya lebih baik, karena saya tetap bisa membantu orang di saat mereka tak bisa membalas pertolonganku kepada mereka....."
Iya, dialah teman hidupku sejak 1,8 tahun lalu.
Aku bertemu dengannya...di rumahku sendiri.
Di depan mataku sendiri kulihat betapa mulia orang di depanku ini.
Sungguh beruntung aku dan ziva adalah bagian dari hidupnya.


:: ps. I love you daddy!

2 comments:

Anonymous said...

You both are meant to be...
God will gives not what you want, but what you need..
So happy to know you both are happy, my prays always for your happiness.

Goodluck !!

Anonymous said...

ini ungkapan hati yang luar biasa
andai aku punya rasa sekuat ini...


dan masing2 orang punya sekepal hati untuk dimumikan dalam lintas sejarah...
pun kala dia mati, kepal itu masih ada..

salam kenal...
saya menikmati puisi2ta kak...